Berkali-kali ku coba membangun jembatan hati ini menuju cahaya hatimu.
Namun selalu saja runtuh hingga ku lelah dan hampir saja ku menyerah.
Namun ku sadar perjuangan kini belum sempurna dibanding aliran keringat yang kau keluarkan.
Ayah..
Hingga detik ini aku masih terus mencoba untuk mengetahui kedalaman hatimu.
Mengerti apa yang ada dalam hatimu..otakmu..
Agar aku tahu harus bagaimana aku.
Kau tahu?
Aku belum berhasil.
Masih saja kebingungan itu muncul dikala menghadapimu.
Aku bingung sikap seperti apa yang harus aku tunjukkan kepadamu.
Sering kali kita berselisih pendapat. Tak bertemu dengan titik yang ingin kita capai bersama.
Dan tak pelak,..kita pernah tak bertutur sapa.
Aku benci situasi saat itu..
Seperti aku menjadi anak yang sangat durhaka.
Namun aku bingung.. Harus seperti apa aku?
Harus bagaimana aku?
Ayah..
Kiranya kau sudi memberitahuku tentang apa maumu?
Sehingga kita tak perlu sering berselisih pendapat.
Sehingga aku bebas memilih kehendakku.
Aku selalu merasa kau terlalu banyak mengaturku.
Ayah..
Izinkan aku tuk menjadi dewasa dengan jalanku sendiri.
Dan kau hanya perlu melihatku dan memberiku rem jika terlewat batas.
Ayah..
Satu ikat kata di hatiku yang ingin ku sampaikan.
Banyak sekali..
Namun setiap melihat matamu, sungguh tak kuasa ku ucapkan.
Ayah..
Aku ingin kita bicara.
Hmmm...puisi ini (entah pantas untuk dibilang puisi atau tidak), saya buat diawal tahun 2009 kalau tidak salah. Sedikit masalah itu sempat membuat saya dan ayah tidak saling tegur sapa untuk beberapa hari. Dan rasanya??? jangan tanya saya bagaimana rasanya, sungguh tidak enak sekali. Kemana birrul walidain saya waktu itu?? Bisa-bisanya saya membuat orang yang paling besar jasanya itu merasa sakit hati.
Ayah,
sampai saat tulisan ini saya posting pun, saya tetap belum bisa memahami jalan pikiranmu.
tapi semoga saja, itu tidak menghalangi untuk tetap berbakti kepadamu.
Salam sayang dari anakmu
Desy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar