Iseng-iseng buka blog yang sudah hampir punah, jadi inget dulu banget pernah nulis surat seperti ini, waktu itu sekitar 3 tahun lalu (masih muda cyiinn.hehehe)
Begini isi suratnya, yang baca siapin tissue yak.. *Lebbee dah ahh...
Kepada Yth,
Ibundaku Tercinta
Salam hormat untukmu bunda. Engkaulah satu-satunya wanita yang paling kucinta selain ALLAH dan Rasul-Nya.
Bunda… Goresan pena ini tidaklah cukup tuk memuat apa yang ingin aku sampaikan. Tak cukup lembaran ini tuk menerima setiap kata yang akan ku tumpahkan.
Bunda… Sungguh akhirnya ku mengerti makna itu. ‘Kasih ibu sepanjang masa, kasih anak sepanjang jalan’. Kau ingat bunda, waktu ku terkena cacar, sungguh hanya kau yang mau mendekatiku kala itu. Tak ada satupun temanku yang mau dekat denganku, takut tertular kata mereka. Aku sedih, tapi kau membesarkan hatiku. Bunda, sungguh sangat sedikit perhatianku padamu. Kau ingat waktu kau sakit panas, kau meminta tolong untuk membuatkan teh untukmu. Tapi apa yang ku lakukan bunda? Aku memang membuatkannya tapi mulutku tak hentinya ngedumel. Sungguh entah apa yang kupikirkan saat itu. Sadarkah kau bunda? Mungkin tak seharusnya kau limpahkan kasih tulusmu itu untuk anakmu yang tak tahu balas budi ini. Tapi mengapa bunda? Mengapa? Tak mengerti ku tentang hal ini? Jelaskan padaku bunda!
Bunda..Kau ingat? Waktu aku mendapat haidh pertamaku, kaulah yang membesarkan hatiku. Aku ingat sekali bunda, kau bilang padaku kalau aku sudah dewasa. Aku sudah harus bisa membedakan hal yang baik dan yang buruk bagiku.
Bunda…Kau ingat? Waktu kau pergok aku jalan dengan teman cowokku. Kau bilang bahwa aku harus hati-hati dengan makhluk bernama cowok itu. Aku harus bisa jaga diri. Dan bahkan kau bilang, tidak boleh seorang perempuan jalan berdua dengan laki-laki yang bukan muhrimnya. Dan kau ingat bunda? Aku menyebutmu kolot. Tidak tahu gaya anak muda zaman sekarang. Sungguh bunda, jika saat itu aku tahu bahwa Islam lah yang berkata demikian, mungkin aku tidak akan berbicara seperti itu padamu. Dan kini aku bersyukur, kau telah menjagaku semampumu hingga aku tidak terjerumus seperti teman-temanku yang lain.
Bunda…Sungguh hanya denganmu lah aku merasa nyaman. Kau ingat bunda? Kau yang mampu membesarkan hatiku di kala aku gagal masuk perguruan tinggi negeri. Kau satu-satunya orang yang tidak mencaci anak bodoh. Ya, hanya kau bunda. Hanya kau.
Bunda… Kini 19 tahun usiaku. Usia yang dewasa ya bunda. Selama itulah, kau menjadi saksi perjalanan hidupku. Kaulah promotor, pemupuk, penyemangatku ketika ku banyak masalah.
Bunda..19 tahun kita hidup bersama. Banyak cerita kita lewati bersama. Kau membimbingku untuk melewatinya.
Bunda.. Aku senang, dikala usiaku beranjak dewasa, kau menjadikanku bukan hanya sekedar anak tapi sebagai sahabat. Kau ceritakan masalahmu padaku seakan aku lebih mengerti tentang kehidupan. Tapi itulah kau bunda, kau ingin mendewasakanku dengan cara melihat bahwa hidup tak semulus yang kita bayangkan.
Bunda.. Selama 19 tahun ku hidup. Rasanya tak pernah ku buat kau bahagia. Aku selalu saja membuatmu menangis karena ulahku. Aku minta maaf bunda. Sungguh aku menyesal. Dengarkah kau bunda? Aku minta maaf.
Bunda… Takkan ada cukup kata tuk sekedar ceritakan perasaanku padamu. Sungguh, tak pernah ku ucapkan ini sebelumnya. Aku hanya ingin bilang,’I LOVE U Bunda’. Hanya ini yang ingin ku ucapkan atas rasa ikhlasmu menemaniku, menghantarkanku ke pintu gerbang kedewasaanku yang sempurna.
Bunda… Sadar anakmu ini belum mampu tuk bahagiakanmu. Bantu aku bunda. Bantu aku untuk menjadi anak kebanggaanmu. Agar di setiap gerakku dapat membuatmu merasa berhasil telah mendidikku.
Bunda.. Kaulah bundaku, sahabatku, temanku, kakakku, guruku. Tak ada yang dapat menggantikanmu karena hanya kaulah bundaku. Kelebihan dan kekurangan yang kau miliki menjadikanmu istimewa di mataku.
Bunda… Jangan pernah lelah tuk temani aku jalani hidup di dunia yang tak lagi ramah.
Bunda.. Jadikan kami anak-anak yang mampu menghantarkanmu ke surga-Nya.
Bunda… Goresan pena ini tidaklah cukup tuk memuat apa yang ingin aku sampaikan. Tak cukup lembaran ini tuk menerima setiap kata yang akan ku tumpahkan.
Bunda… Sungguh akhirnya ku mengerti makna itu. ‘Kasih ibu sepanjang masa, kasih anak sepanjang jalan’. Kau ingat bunda, waktu ku terkena cacar, sungguh hanya kau yang mau mendekatiku kala itu. Tak ada satupun temanku yang mau dekat denganku, takut tertular kata mereka. Aku sedih, tapi kau membesarkan hatiku. Bunda, sungguh sangat sedikit perhatianku padamu. Kau ingat waktu kau sakit panas, kau meminta tolong untuk membuatkan teh untukmu. Tapi apa yang ku lakukan bunda? Aku memang membuatkannya tapi mulutku tak hentinya ngedumel. Sungguh entah apa yang kupikirkan saat itu. Sadarkah kau bunda? Mungkin tak seharusnya kau limpahkan kasih tulusmu itu untuk anakmu yang tak tahu balas budi ini. Tapi mengapa bunda? Mengapa? Tak mengerti ku tentang hal ini? Jelaskan padaku bunda!
Bunda..Kau ingat? Waktu aku mendapat haidh pertamaku, kaulah yang membesarkan hatiku. Aku ingat sekali bunda, kau bilang padaku kalau aku sudah dewasa. Aku sudah harus bisa membedakan hal yang baik dan yang buruk bagiku.
Bunda…Kau ingat? Waktu kau pergok aku jalan dengan teman cowokku. Kau bilang bahwa aku harus hati-hati dengan makhluk bernama cowok itu. Aku harus bisa jaga diri. Dan bahkan kau bilang, tidak boleh seorang perempuan jalan berdua dengan laki-laki yang bukan muhrimnya. Dan kau ingat bunda? Aku menyebutmu kolot. Tidak tahu gaya anak muda zaman sekarang. Sungguh bunda, jika saat itu aku tahu bahwa Islam lah yang berkata demikian, mungkin aku tidak akan berbicara seperti itu padamu. Dan kini aku bersyukur, kau telah menjagaku semampumu hingga aku tidak terjerumus seperti teman-temanku yang lain.
Bunda…Sungguh hanya denganmu lah aku merasa nyaman. Kau ingat bunda? Kau yang mampu membesarkan hatiku di kala aku gagal masuk perguruan tinggi negeri. Kau satu-satunya orang yang tidak mencaci anak bodoh. Ya, hanya kau bunda. Hanya kau.
Bunda… Kini 19 tahun usiaku. Usia yang dewasa ya bunda. Selama itulah, kau menjadi saksi perjalanan hidupku. Kaulah promotor, pemupuk, penyemangatku ketika ku banyak masalah.
Bunda..19 tahun kita hidup bersama. Banyak cerita kita lewati bersama. Kau membimbingku untuk melewatinya.
Bunda.. Aku senang, dikala usiaku beranjak dewasa, kau menjadikanku bukan hanya sekedar anak tapi sebagai sahabat. Kau ceritakan masalahmu padaku seakan aku lebih mengerti tentang kehidupan. Tapi itulah kau bunda, kau ingin mendewasakanku dengan cara melihat bahwa hidup tak semulus yang kita bayangkan.
Bunda.. Selama 19 tahun ku hidup. Rasanya tak pernah ku buat kau bahagia. Aku selalu saja membuatmu menangis karena ulahku. Aku minta maaf bunda. Sungguh aku menyesal. Dengarkah kau bunda? Aku minta maaf.
Bunda… Takkan ada cukup kata tuk sekedar ceritakan perasaanku padamu. Sungguh, tak pernah ku ucapkan ini sebelumnya. Aku hanya ingin bilang,’I LOVE U Bunda’. Hanya ini yang ingin ku ucapkan atas rasa ikhlasmu menemaniku, menghantarkanku ke pintu gerbang kedewasaanku yang sempurna.
Bunda… Sadar anakmu ini belum mampu tuk bahagiakanmu. Bantu aku bunda. Bantu aku untuk menjadi anak kebanggaanmu. Agar di setiap gerakku dapat membuatmu merasa berhasil telah mendidikku.
Bunda.. Kaulah bundaku, sahabatku, temanku, kakakku, guruku. Tak ada yang dapat menggantikanmu karena hanya kaulah bundaku. Kelebihan dan kekurangan yang kau miliki menjadikanmu istimewa di mataku.
Bunda… Jangan pernah lelah tuk temani aku jalani hidup di dunia yang tak lagi ramah.
Bunda.. Jadikan kami anak-anak yang mampu menghantarkanmu ke surga-Nya.
dedicated for
all Mom in the world
all Mom in the world
Begitulah isi surat yang kupersembahkan untuk bunda nomor satuku di dunia.
Dunia ini memang sudah tak lagi ramah bun, bahkan di usiaku yang berkepala dua ini aku pun masih saja bergantung padamu.
Rabb,
Berikan kesehatan untuk bundaku, karena sampai kapanpun kami tetap membutuhkan beliau.
Much love for her.
Bunda Nomor Satu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar